,.

Tuesday, March 26, 2013

VALIDITAS

 
VALIDITAS

A.    Pendahuluan
Tes merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi proses pembelajaran yang dianggap mampu memfasilitasi kebutuhan orang-orang di bidang pendidikan tentang perangkat atau alat yang mampu memberi gambaran tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan. Untuk mendapatkan suatu gambaran yang akurat, relevan dan sesuai dengan data yang sesungguhnya terjadi di lapangan membutuhkan tes yang berkualitas, oleh karena itu dibutuhkan analisis kualitas tes guna menciptakan kualitas tes yang benar-benar mampu melaksanakan tugasnya sebagai alat evaluasi.

Analisis kualitas tes merupakan  suatu tahap yang harus ditempuh untuk mengetahui derajat kualitas suatu tes, baik tes secara keseluruhan maupun butir  soal yang menjadi bagian dari tes tersebut. Analisis kualitas tes digunakan untuk menjawab pertanyaan apakah tes sebagai alat ukur benar-benar mampu mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dan apakah tes tersebut dapat diandalkan dan berguna bagi dunia pendidikan. Dalam praktik evaluasi di berbagai sekolah, seringkali guru mengacuhkan dengan kualitas suatu tes. Artinya, apakah suatu tes termasuk baik atau tidak, guru tidak mau tahu, yang terpenting bagi guru adalah tersedianya perangkat tes untuk melaksanakan penilaian. Beberapa guru mengambil soal dari buku-buku pelajaran atau dari kumpulan soal. Padahal, soal-soal tersebut belum diketahui tingkat kebaikannya.

Para ahli banyak mengemukakan tentang alat ukur yang dapat diandalkan tersebut. R.L. Thorndike, dan H.P. Hagen (dalam Arifin, 2009 : 246) mengemukakan 
“there are many specific considerations entering into the evaluation of a test, but we shall consider them... under three main headings. These are, respectively, validity, reliability, and practicality”.
Di dalam pernyataan tersebut dijelaskan bahwa terdapat banyak pertimbangan-pertimbangan tertentu yang masuk ke dalam evaluasi tes. Diantaranya adalah secara berturut-turut adalah validitas, reliabilitas dan kepraktisan. Namun, dalam makalah ini hanya akan dibatasi pada satu hal saja yang dikupas secara tuntas yaitu mengenai validitas.

B.     Pengertian Validitas
Validitas berasal dari kata “validity” yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Kata “valid” sering diartikan tepat, benar, shahih, abash. Sehingga validitas dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Sebuah tes dapat disebut valid apabila tes tersebut dengan secara tepat, secara benar, secara shahih, atau secara absah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan kata lain sebuah tes dikatakan telah memiliki “validitas” apabila tes tersebut    dengan secara tepat, benar, shahih atau absah telah dapat mengungkap atau mengukur apa yang seharusnya diungkap atau diukur lewat tes tersebut.

Tes hasil belajar dapat dinyatakan valid apabila tes hasil belajar tersebut (sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta didik) dengan secara tepat, benar, shahih atau absah telah dapat mengukur atau mengungkap hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik, setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. Suatu tes dapat memiliki validitas yang bertingkat-tingkat: tinggi, sedang, rendah, bergantung pada tujuannya (Sudijono, 2009: 93)

Validitas (kesahihan) adalah kualitas yang menunjukkan hubungan antara suatu pengukuran (diagnosis) dengan arti atau tujuan kriteria belajar atau tingkah laku. Menurut Cronbach dalam Purwanto “how well a test or evaluative technique does the job that it is employed to do”. (Purwanto, 2010: 137-138). Selain itu, menurut Gay dalam Sukardi (2012: 121) bahwa validitas merupakan syarat yang terpenting dalam suatu alat evaluasi. Suatu instrument dikatakan valid jika instrument yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur.

1.      Teknik Pengujian Validitas Tes Hasil Belajar
Menurut Sudijono (2009: 163), penganalisisan tes hasil belajar sebagai suatu totalitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (a) validitas tes secara rasional dan (b) validitas tes secara empirik.Sehubungan dengan itu ada teknik pengujian validitas tes hasil belajar yaitu:

a.      Pengujian Validitas Tes Hasil Belajar Secara Rasional
Validitas rasional merupakan validitas yang diperoleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis (Sudijono, 2006 : 164). Suatu tes dikatakan telah memiliki validitas rasional jika setelah dilakukan penganalisisan secara rasional tes tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Sudijono (2011 : 164), untuk mengetahui validitas rasional dapat ditelusuri dari dua segi yaitu dari segi isi (content validity) dan dari segi susunan (construct validity).

i.     Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi adalah validitas yang ditilik dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar, yaitu sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang akan diteskan (Sudijono, 2009: 164).

Oleh karena materi yang diajarkan itu pada umumnya tertuang dalam Garis–Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang merupakan penjabaran dari kurikulum yang telah ditentukan, maka validitas isi yang sedang kita bicarakan ini juga sering disebut validitas kurikuler. Dalam praktek, validitas isi dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes hasil belajar, dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan untuk masing–masing pelajaran; apakah hal–hal yang tercantum dalam tujuan instruksional khusus sudah terwakili secara nyata dalam tes hasil belajar tersebut ataukah belum. Jika penganalisisan secara rasional itu menunjukkan hasil yang membenarkan tentang telah tercerminnya tujuan instruksional khusus itu di dalam tes hasil belajar, maka tes hasil belajar yang sedang diuji validitas isinya itu dapat dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang telah memiliki validitas isi.

Upaya lain yang dapat ditempuh dalam rangka mengetahui validitas isi dari tes hasil belajar adalah dengan jalan menyelenggarakan diskusi panel. Dalam forum diskusi tersebut, para pakar yang dipandang memiliki keahlian yang ada hubungannya dengan mata pelajaran yang diujikan, diminta pendapat dan rekomendasinya terhadap isi atau materi yang terkandung dalam tes hasil belajar yang bersangkutan. Hasil–hasil diskusi itu selanjutnya dijadikan pedoman atau bahan acuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan isi atau materi tes hasil belajar tersebut. Jadi kegiatan menganalisis validitas isi dapat dilakukan baik sesudah maupun sebelum tes hasil belajar dilaksanakan (Sudijono: 165)

ii.   Validitas Konstruksi (Construct Validity)
Secara etimologis, kata “konstruksi”mengandung arti susunan, kerangka atau rekaan. Validitas konstruksi dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik dari segi susunan, kerangka atau rekaannya. Adapun secara etimologis, suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas konstruk apabila hasil tes belajar tersebut – ditinjau dari segi susunan, kerangka, atau rekaannya – telah dapat dengan secara tepat mencerminkan suatu kontruksi dalam teori psikologis. Tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas konstruk apabila butir-butir soal atau item yang membangun tes tersebut benar-benar telah mengukur aspek-aspek berpikir (kognitif, afektif, psikomotorik) sebagaimana telah ditentukan dalam tujuan instruksional khusus.

Validitas konstruk dari suatu tes hasil belajar dapat dilakukan penganalisisan dengan jalan melakukan pencocokan antara aspek-aspek berpikir yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut, dengan aspek-aspek berpikir yang dikehendaki untuk diungkap oleh tujuan instruksional.

b.      Pengujian Validitas Tes Hasil Belajar Secara Empirik
Validitas empiris adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik atau yang diperoleh dari pengamatan di  lapangan (Sudijono, 2009: 167). Validitas empiris biasanya menggunakan teknik statistic, yaitu analisis korelasi. Hal ini disebabkan validitas empiris mencari hubungan antara skor tes dengan suatu kriteria tertentu yang merupakan suatu tolak ukur di luar tes yang bersangkutan. Namun kriteria itu harus relevan dengan apa yang akan diukur. Validitas empiris disebut juga validitas yang dihubungkan  dengan kriteria (criterion-related validity) (Arifin, 2009: 249).

Ada dua macam validitas empiris, yaitu:
i.        Validitas Ramalan/Prediktif (predictive validity)
Validitas ramalan dari suatu tes adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang (Sudijono, 2009: 168).

Validitas prediktif adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Atau dengan kata lain untuk melihat sampai mana suatu tes dapat meramalkan prestasi belajar peserta didik di masa yang akan datang. (Arifin, 2009: 249).

Sebagai contoh adalah tes seleksi penerimaan mahasiswa baru merupakan suatu tes yang diharapkan mampu meramalkan keberhasilan studi para calon mahasiswa dalam mengikuti program pendidikan diperguruan tinggi yang bersangkutan di masa-masa yang akan dating.

Untuk mengetahui apakah suatu tes memiliki validitas ramalan / belum, dapat ditempuh dengan cara mencari korelasi antara tes hasil belajar yang sedang diuji validitas ramalannya dengan kriteria yang telah ada. Jika diantara kedua variabel tersebut terdapat korelasi positif yang signifikan, maka tes hasil belajar yang sedang diuji validitas ramalannya itu, dapat dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang telah memiliki daya ramal yang tepat, artinya apa yang telah diramalkan, betul-betul telah terjadi secara nyata dalam praktik.

ii.      Validitas Konkuren (concurrent validity)
Tes sebagai alat pengukur dapat dikatakan telah memiliki validitas konkuren atau bandingan apabila tes tersebut dalam kurun waktu yang sama dengan secara tepat telah mampu menunjukkan adanya hubungan yang searah, antara tes pertama dan tes berikutnya. Validitas bandingan sering pula disebut dengan validitas sama saat, validitas pengalaman, dan validitas ada sekarang.

Dalam angka menguji validitas bandingan, data yang mencerminkan pengalaman yang diperoleh pada masa lalu ini, kita bandingkan dengan data hasil tes yang diperoleh sekarang ini. jika tes yang ada sekarang ini mempunyai hubungan searah dengan hasil tes berdasarkan pengalaman yang lalu, maka tes yang memiliki karakteristik seperti itu dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan.
Seperti halnya validitas ramalan, maka untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang searah antara tes pertama dan tes berikutnya, dapat digunakan teknik analisis korelasional product moment dari Karl Pearson. Jika korelasi antara variabel X (tes pertama) dan variabel Y (tes berikutnya) adalah positif dan signifikan, maka tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang memiliki validitas bandingan.

Selanjut nya dapat dilihat pada makalah validitas

Monday, March 25, 2013

Analisis Jurnal Penelitian Tindakan Kelas (Action Research Class)

HASIL ANALISIS JURNAL JURNAL EDUKASI MATEMATIKA (EDUMAT) PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN MATEMATIKA (P4TK)

"PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN HEURISTIK DENGAN METODE BEKERJA MUNDUR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA”

Oleh Fanni Fatoni
BIMPOME 2012 Sriwijaya University
NIM 06122802012
Penganalisisan terhadap Jurnal tersebut merupakan penilaian subyektif dari mahasiswa Impome 2012, Fanni Fatoni dimana tidak melibatkan unsur-unsur pengaturan terhadap penulisan jurnal tersebut. Sehingga ini hanya penilaian subyektif semata.
Tulisan tersebut ditulis oleh Gede Alit Narohita, S. Pd. pada Jurnal Edukasi Matematika (EDUMAT) Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (P4TK) Volume I, Nomor 3, Juni Tahun 2011. Adapun beberapa hasil analisis dari tulisan tersebut adalah:

1.    Judul
Dari judul yang dibuat, sudah jelas bahwa judul tersebut mengandung kata meningkatkan yang berarti melakukan perlakuan (treatment) untuk meningkatkan hasil kemampuan pemecahan masalah matematika dan terdapat kelas yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian (kelas VII C SMP Negeri 1 Tejakula) sehingga dari hal tersebut, kita sudah bisa memprediksi bahwa tulisan tersebut menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam melakukan penelitiannya.

2.    Abstrak
Penulisan abstrak yang dilakukan oleh peneliti cukup jelas. Dalam abstrak tersebut, peneliti telah mencantumkan setting tempat, subjek penelitian dan tahun pelaksanaan. Selain itu peneliti telah menjelaskan tujuan, mteode dan hasil serta simpulan penelitian dengan jelas.

3.    Pendahuluan
Secara umum, pada pendahuluan dari tulisan ini sudah baik yaitu sebelum menentukan permasalahan dalam penelitian, peneliti utama (guru) menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan dalam penelitian tersebut sudah jelas diantaranya.
a.    Latar belakang masalah
Latar belakang masalah dimulai dengan penjelasan (1) mengenai pentingnya kemampuan pemecahan masalah dalam matematika di semua tingkat mulai dari SD sampai SMA dan yang menjadi masalah utama dalam penelitian ini adalah hasil nilai rata Nilai rata-rata ulangan blok pertama semester I tahun pelajaran 2009/2010  pada aspek kemampuan pemecahan masalah yaitu sebesar 54,3 dan ketuntasan belajar sebesar 56%.
Nilai ini masih di bawah KKM dan ketuntasan belajar matematika yang ditetapkan di kelas VII C yaitu sebesar 60,0 dan 85% (Arsip  SMP Negeri 1 Tejakula); (2) faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap ketidakberhasilan dalam kemampuan pemecahan masalah dalam matematika secara umum; (3) faktor-faktor penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika juga terjadi di SMP Negeri 1 Tejakula berdasarkan nilai rata-rata ulangan blok pertama semester I tahun pelajaran 2009/2010; (4) salah satu strategi pembelajaran yang dapat diterapkan untuk  mengatasi permasalahan di atas adalah strategi   pembelajaran heuristic dengan metode bekerja mundur
b.    Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti pula telah mencantumkan rumusan masalah dalam penelitian tersebut yaitu apakah penerapan strategi pembelajaran heuristik dengan metode bekerja mundur dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika bagisiswa kelas VII C SMP Negeri 1 Tejakula?
c.    Tujuan dan manfaat penelitian  di dalam penelitian ini dipaparkan secara eksplisit dimana tujuan penlitian tersebut adalah untuk mengungkapkan apakah penerapan strategi pembelajaran heuristik dengan metode bekerja mundur dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika bagi siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Tejakula. Sedangkan manfaat penelitian di dalam penelitian tersebut dipaparkan secara eksplisit baik itu manfaat kepada guru, maupun kepada siswa serta kepada pihak sekolah.

Namun, ada beberapa hal kecil yang perlu mendapat perhatian yaitu belum jelas berapa banyak tim peneliti yang dijadikan sebagai mitra, karena hanya dituliskan “ 2) Guru yang terlibat dalam penelitian ini...”.
 
4.    Kajian Teori
Pada jurnal PTK ini, peneliti telah menjelaskan beberapa teori yang mendukung dan mendasari pelaksanaan penelitian tersebut. Hanya beberapa informasi yang memuat tentang strategi pembelajaran heuristik dan metode bekerja mundur itu sendiri sedangkan kemampuan pemecahan masalah belum dijelaskan begitu mendetail. Bagian kajian teori ini juga tidak dipisahkan dari bagian pendahuluan.

Beberapa informasi mengenai strategi pembelajaran heuristik justru dipaparkan pada bagian pendahuluan. Sehingga kesan yang timbul adalah informasi tersebut menjadi latar belakang sehingga peneliti memilih strategi pembelajaran heuristik dengan metode bekerja alur bekerja mundur untuk diterapkan dalam pembelajaran yang kemudian penulisan jurnal tersebut langsung mengalir menuju metode penelitian.

Sebaiknya beberapa tambahan informasi disertakan dalam jurnal ini untuk menambah wawasan pembaca yang mungkin masih belum memahami hal yang diangkat dalam penelitian tersebut yang diangkat dalam bab tersendiri yaitu kajian teori. Namun suatu catatan yang perlu diperhatikan, bahwa kemungkinan ketiadaan bagian kajian teori berkaitan dengan format penulisan dari jurnal yang bersangkutan sehingga kita sebagai pembaca tidak boleh mengambil keputusan sepihak.

5.    Metode Penelitian
Peneliti telah menjelaskan secara terperinci mengenai tempat penelitian, subjek penelitian, waktu penelitian, jumlah siswa yang terlibat dalam kegiatan penelitian. Metode penelitian yang sudah jelas atau matching dengan judulnya yaitu menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK) / (classroom action research) dengan rancangan penelitian model Kemmis dan Taggart yang dilaksanakan dalam beberapa siklus di mana setiap siklusnya terdiri dari empat tahapan yaitu: (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi dan evaluasi, serta (4) tahap refleksi.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII C semester I SMP Negeri 1 Tejakula tahun pelajaran 2009/2010 sebanyak 37 orang (20 siswa perempuan dan 17 siswa laki-laki). Sedangkan objek dari penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah  matematika bagi siswa, dengan tindakan strategi pembelajaran heuristik dengan metode bekerja mundur.
Mengenai gambaran secara lengkap tentang jurnal tersebut dan Makalah analisis jurnal nya, silahkan download link dibawah ini
Makalah Analisis Penelitian Tindakan Kelas

Monday, March 18, 2013

PENELITIAN TINDAKAN KELAS


PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A.    Pendahuluan
Suatu proses pembelajaran salah satunya dapat dikatakan berhasil apabila muncul perubahan tingkah laku positif pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Hal ini pada dasarnya bergantung pada guru sebagai elemen penting dalam kegiatan pembelajaran. Kualitas kemampuan guru dewasa ini secara kompetensi menjadi isu hangat dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Kualitas guru dapat diartikan sebagai kemampuan/kompetensi yang dimiliki oleh guru untuk diberikan pada anak didiknya. Seorang guru pula harus memiliki beberapa kompetensi-kompetensi. Kompetensi guru tersebut mencakup empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogi, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian.

Upaya peningkatan keempat kompetensi itu merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru. Salah satu cara untuk meningkatkan profesionalisme dapat dicapai oleh guru dengan cara melakukan Penelitian Tindakan Kelas (selanjutnya disingkat PTK) secara berkesinambungan. Melalui pendidik salah satu nya guru melakukan PTK bertujuan untuk meningkatkan praktek pendidikan dengan mempelajari isu-isu atau masalah yang mereka hadapi.

Pendidik membayangkan tentang masalah ini, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menerapkan perubahan berdasarkan penemuan mereka. Dalam beberapa kasus, peneliti berbicara tentang masalah local, praktis, seperti persoalan kelas untuk guru. Dalam situasi lain, peneliti berusaha untuk memberdayakan, mengubah, dan membebaskan individu dari situasi yang membatasi pengembangan dan penentuan diri mereka sendiri (Creswell, 2012: 577).

PTK merupakan bagian dari penelitian tindakan (action research) yang menghadirkan suatu perkembangan bidang penelitian pendidikan yang mengarahkan pengidentifikasian karakteristik kebutuhan pragmatis dari praktisi bidang pendidikan untuk mengorganisir penyelidikan reflektif ke dalam pengajaran di kelas (Emzir, 2008: 233).

Selanjutnya, dalam makalah ini akan dieksplorasi mengenai pengertian PTK, karakteristik dan prinsip-prinsip PTK, tujuan dan manfaat PTK, pelaksanaan PTK, PTK bagi guru/kepala sekolah, serta penilaian PTK.

B.    Pembahasan
1.    Penelitian Tindakan

PTK adalah hasil perkembangan action research (AR) yang maju pesat dengan dukungan berbagai universitas di Amerika Serikat sejak tiga decade lalu. AR awalnya merupakan metode penelitian yang banyak dipakai para praktisi yang bergelut dengan masalah nyata di masyarakat (seperti kesehatan, manajemen, dan sumber daya manusia). Mirip dengan campuran metode penelitian, AR menggunakan pengumpulan data berdasarkan metode kuantitatif atau kualitatif atau keduanya. Namun, hal ini berbeda dalam bahwa AR menyebutkan lebih spesifik, masalah praktis dan berusaha untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah.

Menurut Mills (dalam Creswell, 2012: 577)  istilah AR diciptakan oleh Kurt Lewin (seorang ahli psikologi sosial) di tahun 1930-an. Lewin merasa bahwa kondisi sosial di tahun 1940-an (Amerika Serikat) seperti kekurangan daging, kebutuhan ilmu pengetahuan selama perang dunia II, dan perbaikan kualitas hubungan kelompok intercultural masyarakat setelah perang tersebut dapat ditingkatkan melalui proses diskusi kelompok. Diskusi itu dilakukan dalam empat tahapan: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Metode diskusi yang melibatkan proses bertahap, partisipasi semua pihak, dan keterlibatan yang demokratis tersebut terbukti efektif menghasilkan perubahan sosial.

Keberhasilan AR dalam berbagai bidang tersebut kemudian mendorong peneliti, praktisi, dan pihak-pihak lain di sektor pendidikan untuk menerapkan metode ini untuk meneliti isu-isu pendidikan, dengan asumsi bahwa jika metode penelitian itu berhasil di berbagai sektor dunia nyata, pastilah metode itu cocok juga untuk sektor pendidikan (sebagai salah satu bagian dunia nyata).
Menurut Hopkin (dalam Emzir, 2008: 233), penelitian tindakan (action research) adalah suatu proses yang dirancang untuk memberdayakan semua partisipan dalam proses (siswa, guru, dan peserta lainnya) dengan maksud untuk meningkatkan praktek-praktek yang diselenggarakan di dalam pengalaman pendidikan. Semua partisipan merupakan anggota aktif dalam proses penelitian.

Penelitian tindakan dideskripsikan sebagai suatu penelitian informal, kualitatif, formatif, subjektif, interpretif, reflektif, dan suatu model penelitian pengalaman, di mana semua individu dilibatkan dalam studi sebagai peserta yang mengetahui dan menyokong (Hopkin dalam Emzir, 2008: 233). Penelitian tindakan mempunyai tujuan utama menyediakan suatu kerangka penyelidikan kualitatif oleh para guru dan peneliti di dalam situasi pekerjaan kelas yang kompleks.

2.    Pengertian PTK
Menurut Suharsimi A. (2004) ada tiga kata yang membentuk pengertian PTK, yaitu penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu obyek dengan menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal, serta menarik minat dan penting bagi peneliti. Tindakan adalah kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru. Dalam hal ini kelas bukan wujud ruangan tetapi diartikan sebagai sekelompok siswa yang sedang belajar.

Menurut Kasihani (dalam Sukayati, 2008: 8), PTK adalah penelitian praktis, bertujuan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran di kelas dengan cara melakukan tindakan-tindakan. Upaya tindakan untuk perbaikan dimaksudkan sebagai pencarian jawab atas permasalahan yang dialami guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Jadi masalah-masalah yang diungkap dan dicarikan jalan keluar dalam penelitian adalah masalah yang benar-benar ada dan dialami oleh guru.

Menurut Suyanto (dalam Sukayati, 2008: 8), PTK didefinisikan sebagai suatu penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu, untuk memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Oleh karena itu PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dialami guru.

Menurut Donald Ary, PTK adalah penelitian yang melibatkan guru di kelas mereka, dapat melibatkan kelompok guru dalam memeriksa isu-isu umum. Penelitian ini sendiri bertujuan untuk meningkatkan praktek di ruang kelas atau untuk memperbaiki praktik di sekolah (Ary, 2010: 515).

Menurut Hopkins (dalam Gabel, 1995) membatasi PTK sebagai sebuah proses penelitian yang di desain untuk memberdayakan seluruh partisipan dalam suatu proses pembelajaran (siswa, guru, dan pihak-pihak lain), untuk memperbaiki praktik pembelajaran. Seluruh partisipan sama-sama berperan aktif dalam proses penelitian tersebut

Senada dengan beberapa definisi itu, Mills (dalam Creswell, 2012: 577) menegaskan bahwa PTK adalah sebuah prosedur sistematis yang dilakukan guru (atau individu lain dalam konteks pendidikan) untuk mengumpulkan informasi tentang, dan kemudian meningkatkan, cara-cara pengoperasian pengaturan pendidikan tertentu, pengajaran dan pembelajaran peserta didik mereka.

3.    Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Secara lebih terperinci, Creswell (2012: 586-588) mengidentifikasi enam karaktaristik PTK.
Terfokus pada tujuan praktis (a practical focus), dalam pengertian diarahkan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah aktual yang spesifik. Dengan demikian PTK digunakan peneliti untuk memperolah manfaat langsung bagi dirinya dan pihak lain yang tarlibat dalam penelitian tersebut.

Penelitian yang reflektif-mandiri (self-reflective). Dalam konteks ini, peneliti (atau kelompok peneliti) mengkaji praktik yang dia/mereka lakukan bukan praktik orang lain untuk melihat apa yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki praktik tarsebut.

Bersifat tim kolaboratif (team collaboration) dengan yang lain karena dilaksanakan oleh individu dengan melibatkan orang lain (minimal sebagai observer) atau oleh komunitas stakeholder, praktisi (guru) atau peneliti. 
  • Proses yang dinamis dan fleksibel (a dynamic process) yang melibatkan pengulangan-pengulangan aktivitas (sehingga membentuk aktivitas spiral) yang maju-mundur diantara refleksi tentang masalah panjaringan data, dan tindakan.
  • Suatu rencana tindakan (a plan of action). Pada proses tertentu, peneliti PTK merumuskan sebuah rancangan tindakan di dalam merespon suatu masalah.
  • Merupakan penelitian kebersamaan (sharing research). Berbeda dengan hasil penelitian tradisional yang biasanya langsung dipublikasikan dalam jurnal atau buku, peneliti PTK biasanya mendistribusikan laporan penelitiannya kepada teman sajawat yang mungkin dapat memakai temuan tersebut. Meskipun saat ini laporan PTK juga sudah dipublikasikan malalui jurnal, biasanya para peneliti PTK lebih cenderung untuk membagikan informasi tarsebut dengan berbagai rekan sejawat untuk dipraktikkan atau dikaji ulang di sekolah/kelas masing-masing.
4.    Tujuan PTK
a. Meningkatkan dan memperbaiki praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru, mengingat masyarakat kita berkembang begitu cepat.
b. Meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan atau perbaikan praktek pembelajaran di kelas hanya tujuan antara, sedangkan tujuan akhir adalah peningkatan mutu pendidikan.
c. Menumbuh kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif untuk memperbaiki pembelajaran, berdasar pada persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi guru di kelas.
(Sukayati, 2008: 17-18)
 
5.  Manfaat PTK
a.    Inovasi.
Guru selalu mencoba, mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan gaya mengajarnya agar mampu merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelas dan jaman.
b.    Pengembangan kurikulum di tingkat kelas dan sekolah.
PTK dimanfaatkan secara efektif oleh guru untuk mengembangkan kurikulum yang hasil-hasilnya bermanfaat jika digunakan sebagai sumber masukan untuk mengembangkan kurikulum baik di tingkat kelas maupun sekolah.
c.    Peningkatan profesionalisme guru.
Keterlibatan guru dalam PTK akan dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. PTK merupakan salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas dan cara pemecahannya yang dapat dilakukan.
 
6.    Langkah-langkah PTK
Saat melaksanakan PTK, peneliti harus mengikuti langkah-langkah tertentu agar proses yang ditempuh tepat, sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Ada 2 model yang dikembangkan oleh beberapa ahli penelitian yaitu (1) Cohen dan Manion (1980), Taba dan Noel (1982), serta Winter (1989), (2) Kemmis dan Mc Taggart.
 
I.    Langkah-langkah PTK Model Cohen dkk
1)    Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
Mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dianggap penting dan kritis yang harus segera dicarikan penyelesaian dalam pembelajaran sehari-hari, antara lain meliputi ruang lingkup masalah, identifikasi masalah dan perumusan masalah.
a.    Ruang lingkup masalah
Di bidang pendidikan, PTK telah digunakan untuk pengembangan kurikulum dan program perbaikan sekolah. Contoh PTK dalam pembelajaran berkaitan dengan:
  • metode/strategi pembelajaran;
  • media pembelajaran.
b.    Identifikasi masalah
Masalah yang akan diteliti memang ada dan sering muncul selama proses pembelajaran sehari-hari sehingga perlu dicarikan penyelesaian.
Ada beberapa kriteria dalam menentukan masalah yaitu:
  • masalahnya memang penting dan sekaligus signifikan dilihat dari segi pengembangan kelas dan sekolah;
  • masalah hendaknya dalam jangkauan penanganan;
  • pernyataan masalahnya harus mengungkap beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasar hal-hal fundamental ini dari pada berdasarkan fenomena dangkal.
c.    Perumusan masalah
Pada intinya, rumusan masalah seharusnya mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan. Dalam merumuskan masalah PTK, ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai acuan yang disarikan dari Suyanto (1997). Beberapa petunjuk tersebut antara lain:
  • masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, dalam arti tidak mempunyai makna ganda dan pada umumnya dapat dituangkan dalam kalimat tanya;
  • rumusan masalah hendaknya menunjukkan jenis tindakan yang akan dilakukan dan hubungannya dengan variabel lain;
  • rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empirik, artinya dengan rumusan masalah itu memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Selanjutnya dapat didownload pada link berikut.
download Makalah

Monday, March 11, 2013

Analisis Jurnal Pre-Eksperimen, True Eksperimen dan Quasi Eksperimen

ANALISIS DISKRIPSI JURNAL PRE EKSPERIMEN
 “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JUCAMA PADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS”
 
Oleh Fanni Fatoni
IMPoMe 2012 Sriwijaya University
fan_math05@yahoo.co.id
 
Penganalisisan terhadap Jurnal tersebut merupakan penilaian subyektif dari mahasiswa Impome 2012, Fanni Fatoni dimana tidak melibatkan unsur-unsur pengaturan terhadap penulisan jurnal tersebut. Sehingga ini hanya penilaian subyektif semata.
Tulisan tersebut ditulis oleh  Sulistiyawati dan Susanah  pada e-journal Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Volume 2 Nomer  1 Tahun 2013. Adapun beberapa hasil analisis dari tulisan tersebut sebagai berikut.

1.    Judul
Kita bisa memprediksi bahwa artikel dengan judul tersebut menggunakan penelitian eksperimen dalam melakukan penelitiannya karena mengandung kata memberikan perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran apakah memberikan pengaruh pada proses pembelajaran pada materi teorema pythagoras.
 
2.    Abstrak
Penulisan abstrak yang dilakukan oleh peneliti cukup jelas. Dalam abstrak tersebut, peneliti telah memaparkan tujuan penelitian, setting tempat, subjek penelitian dan tahun pelaksanaan. Selain itu, peneliti telah memaparkan, metode dan hasil penelitian yang terdapat pada simpulan.

3.    Pendahuluan
Secara umum pendahuluan dari artikel ini sudah baik yaitu sebelum menentukan permasalahan dalam penelitian, peneliti utama (Sulistiyawati dan Susanah) menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan dalam penelitian tersebut sudah jelas diantaranya.
a.    Latar belakang masalah yang dimulai dengan penjelasan dengan (1) Matematika merupakan salah satu bidang studi yang memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan  sebagian besar siswa, (2) kendala-kendala yang sering muncul dalam proses pembelajaran matematika bagi siswa, (3) pentingnya kreativitas dengan berbagai komponen-komponen nya, (4) model pembelajaran berbasis pengajuan dan pemecahan masalah (JUCAMA) dan langkah-langkah nya,
b.    Rumusan masalah dalam jurnal tersebut tidak disebutkan sehingga pembaca mengalami kesulitan dalam memahami apa yang akan dibahas dalam jurnal tersebut.
c.    Tujuan dalam penelitian telah dipaparkan oleh peneliti dimana untuk mendiskripsikan pengelolaan pembelajaran dalam Teorema Pythagoras dengan model pembelajaran JUCAMA, aktivitas siswa terhadap penerapan model pembelajaran JUCAMA pada materi Teorema Pythagoras, hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran JUCAMA dalam materi Teorema Pythagoras, kreativitas siswa dalam mengaju kan dan memecahkan masalah pada teorema Pythagoras dan respon siswa terhadap model pembelajaran JUCAMA pada materi Teorema Pythagoras yang dilaksanakan di kelas VIII SMPN 3 Gresik. 
d.    Manfaat dalam penelitian tidak disebutkan di dalam jurnal.

4.    Kajian Teori
Peneliti kurang menjelaskan JUCAMA secara jelas tetapi telah menyebutkan langkah-langkah pembelajaran JUCAMA yang menurut saya lebih tepat nya diletakkan di dalam Kajian Teori namun dalam jurnal tersebut peneliti meletakan pada bagian pendahuluan sehingga menimbulkan kesan bahwa informasi tersebut menjadi latar belakang. Selain itu, peneliti kurang tepat jika meletakan kreativitas sebagai salah satu bahan tambahan dalam jurnal tersebut, karena menurut saya tidak berkaitan secara langsung terhadap Jurnal tersebut. Namun penulis memaparkan secara jelas mengenai pengertian kreativitas tersebut.
Hal yang perlu diingat adalah ketiadaan bagian kajian teori berkaitan dengan format penulisan dari jurnal tersebut sehingga sebagai pembaca tidak boleh mengambil keputusan sepihak.

5.    Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian diskriptif dengan menggunakan desain rancangan one-shot case study. Teknik analisis data di dalam artikel penelitian ini adalah (1) data pengelolaan pembelajaran, (2) data aktivitas siswa, (3) data tes hasil belajar, (4) data kreativitas siswa, (5) data respons siswa. Selain itu, teknik penelitian di dalam jurnal tersebut telah disajikan dengan bantuan data-data di dalam nya sehingga memberi gambaran yang jelas kepada pembaca.

Peneliti dalam menyajikan data-data bentuk tabel tidak didukung dengan sumber-sumber referensi yang masih belum lengkap terutama terkait teknik analisis data yang diperoleh peneliti utama sehingga pembaca tidak mengetahui berdasarkan apa teknik analisis data tersebut. Karena ketidak jelasan rumusan masalah pada bagian pendahuluan, pembaca pun menjadi tidak jelas dan bingung dengan penyajian data-data yang diuji dalam metode penelitian tersebut akan mengarah kemana.
Menurut hemat saya, desain rancangan one-shot case Study merupakan bagian dari pendekatan penelitian eksperimen dengan bentuk pendekatan pre-experimental (nondesign), tetapi peneliti menuliskannya sebagai penelitian diskriptif sehingga hal ini bertolak belakang dengan sumber-sumber buku yang ada salah satunya adalah Sugiyono. (Sugiyono. 2008:82)

6.    Hasil dan Pembahasan.
Hasil dan pembahasan telah dipaparkan dengan jelas oleh peneliti, tetapi karena ketiadaan rumusan masalah sehingga menjadikan pembaca kabur dalam menilai sesaat mengenai simpulan apa yang akan diambil oleh peneliti nantinya. Pengambilan data penelitian dilaksanakan di kelas VIII-H SMP Negeri 3 Gresik selama empat kali pertemuan yaitu tanggal 21, 26, 27 dan 28 November 2012. Tabel-tabel yang disajikan di dalam bagian hasil dan pembahasan terbagi menjadi 5 bagian bahasan.
Tabel 1 membahas mengenai pengamatan pengelolaan pembelajaran. Tabel 2 membahas tentang hasil pengamatan aktivitas siswa. Tabel 3 tentang nilai hasil belajar siswa. Tabel 4 tentang kreativitas siswa, Sedangkan tabel 5 membahas tentang hasil angket respons siswa dengan 10 item pertanyaan di dalam angket tersebut. Menurut saya, pembahasan di dalam tabel-tabel tersebut kurang terarah dan banyak menimbulkan intrepetasi bagi pembaca. Selain itu, menurut saya peneliti kurang menspesifikasi apa yang akan diteliti dalam jurnal tersebut dan terlalu banyak yang dibahas sehingga kurang menyentuh sesuai dengan judul penelitian tersebut.

7.    Simpulan
Pada penelitian ini disimpulkan bahwa (1) Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran JUCAMA pada materi teorema pythagoras pada kelas VIII SMP Negeri 3 Gresik termasuk dalam kriteria sangat baik dengan rata-rata 4,22, (2) Siswa tergolong aktif selama pembelajaran matematika dengan model pembelajaran JUCAMA dalam materi teorema pythagoras di kelas VIII SMP Negeri 3 Gresik. Hal tersebut ditunjukkan dengan rata-rata persentase aktivitas aktif selama tiga kali pertemuan adalah 64,22%. Aktivitas yang paling dominan dilakukan siswa adalah mengerjakan tugas dari guru dengan persentase sebesar 40,62%, (3) Hasil belajar siswa setelah diterapkannya model pembelajaran JUCAMA dalam materi teorema pythagoras di kelas VIII SMP Negeri 3 Gresik diperoleh 29 siswa tuntas dan 3 siswa tidak tuntas.

Ketuntasan klasikal siswa tercapai dengan persentase sebesar 90,62% , (4) Siswa mengalami kenaikan tingkat kreativitas selama pembelajaran matematika dengan model pembelajaran JUCAMA dalam materi teorema pythagoras di kelas VIII SMP Negeri 3 Gresik, (5) Respon siswa terhadap model pembelajaran JUCAMA dalam materi Teorema Pythagoras di kelas VIII SMP Negeri 3 Gresik adalah positif. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya item pernyataan dengan kriteria baik sebanyak 80%. Peneliti membuat 5 simpulan yang sudah sesuai dengan tujuan penelitian yang dipaparkan pada bagian pendahuluan pada jurnal tersebut. Selain itu, tidak terdapat saran penulisan untuk jurnal ini sehingga pembaca tidak mengetahui secara jelas perbaikan-perbaikan yang dilakukan dikedepannya.
Secara umum, menurut pendapat saya jurnal tersebut terlalu sedikit dari segi kuantitas halaman sehingga masih terdapat beberapa kekurangan-kekurangan sumber di dalam penulisan jurnal tersebut terutama pada kajian teori tersebut.

8.    Daftar Pustaka
Penulisan daftar pustaka sudah memenuhi kaidah penulisan. Semua rujukan yang termuat dalam referensi ini sudah digunakan oleh peneliti dalam laporan penelitian pada jurnal ini. Sesuai dengan penulisan daftar pustaka pada umumnya yang menggunakan system APA (American Psychological Assosiation)

HASIL ANALISIS DISKRIPSI JURNAL TRUE EKSPERIMEN
“PENGARUH PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 6 PALEMBANG”

Tulisan tersebut ditulis oleh  Oktiana Dwi Putra Herawati, Rusdy Siroj dan H.M. Djahir Basir  dengan beberapa hasil analisis dari tulisan tersebut sebagai berikut.
1.    Judul
Judul artikel eksperimen di atas dengan kata-kata Pengaruh Pembelajaran Problem Posing Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Palembang sehingga kita sudah mengetahui tulisan tersebut menggunakan penelitian eksperimen karena penelitian di atas memberikan perlakuan yaitu berupa pengaruh pembelajaran Problem Posing apakah memberikan pengaruh pada terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 6 Palembang.

2.    Abstrak
Penulisan abstrak yang dilakukan oleh peneliti cukup jelas. Dalam abstrak tersebut, peneliti telah memaparkan tujuan penelitian, metode penelitian, setting tempat, subjek penelitian dan tahun pelaksanaan. Selain itu, peneliti telah memaparkan hasil penelitian yang terdapat pada simpulan dengan tiga simpulan.

3.    Pendahuluan
Secara umum, pada pendahuluan dari tulisan ini sudah baik yaitu sebelum menentukan permasalahan dalam penelitian, peneliti (Oktiana Dwi Putra Herawati, Rusdy Siroj dan H.M. Djahir Basir) menjelaskan latar belakang masalah dan tujuan dalam penelitian tersebut sudah jelas diantaranya.
a.    Latar belakang masalah yang dimulai dengan penjelasan mengenai (1) bagaimana mempelajari matematika denga baik, (2) penting nya memahami konsep dalam pembelajaran matematika, (3) strategi dan pendekatan yang digunakan dalam mengajar matematika itu, (4) pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
b.    Rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian tidak disebutkan secara eksplisit di dalam jurnal tersebut. Namun tujuan penelitian telah disebutkan secara terperinci pada bagian abstrak jurnal dimana terdapat tiga tujuan penelitian. 

4.    Kajian Teori
Peneliti telah menjelaskan beberapa teori yang mendukung dan mendasari pelaksanaan penelitian tersebut. Hanya beberapa informasi yang memuat tentang problem posing tidak terlalu dibahas secara jelas. Bagaimana langkah-langkah dan strategi yang digunakan oleh peneliti pun tidak disebutkan di dalam penulisan jurnal tersebut. Selain itu, kemampuan pemahaman konsep pun belum dijelaskan oleh peneliti secara mendetail. Peneliti menempatkan penulisan mengenai problem posing justru dipaparkan pada bagian pendahuluan. Sehingga kesan yang timbul adalah informasi tersebut menjadi latar belakang sehingga peneliti memilih pembelajaran problem posing untuk diterapkan dalam pembelajaran yang kemudian penulisan jurnal tersebut langsung mengalir menuju metode penelitian.
HASIL ANALISIS DISKRIPSI JURNAL QUASI EKSPERIMEN
 “PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI REACT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN REPRESENTASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH DASAR
(Studi Kuasi Eksperimen di Kelas V Sekolah Dasar Kota Cimahi)”

Tulisan tersebut ditulis oleh  Yuniawatika Mahasiswa Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia di dalam jurnal UPI Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011 dengan beberapa hasil analisis dari tulisan tersebut sebagai berikut.
1.    Judul
Judul artikel eksperimen di atas dengan kata-kata Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Strategi React Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Dan Representasi Matematik Siswa Sekolah Dasar (Studi Kuasi Eksperimen di Kelas V Sekolah Dasar Kota Cimahi)  sehingga kita sudah mengetahui bahwa tulisan tersebut menggunakan penelitian eksperimen dalam melakukan penelitiannya karena penelitian di atas memberikan perlakuan yaitu berupa pengaruh penerapan pembelajaran matematika dengan strategi react apakah memberikan pengaruh pada terhadap kemampuan koneksi dan representasi matematik siswa sekolah dasar.

2.    Abstrak
Peneliti memulai abstrak dengan penulisan apa yang menjadi latar belakang di dalam penelitian tersebut. Dalam abstrak tersebut, peneliti telah memaparkan metode penelitian, setting tempat, subjek penelitian dan tahun pelaksanaan. Selain itu, peneliti telah memaparkan hasil penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan simpulan yang dijelaskan secara tersirat. Namun di dalam abstrak, peneliti belum mencantumkan tujuan dari penelitian itu sendiri.

3.    Pendahuluan
Secara umum, pada pendahuluan dari tulisan ini sudah baik yaitu sebelum menentukan permasalahan dalam penelitian, peneliti menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian tersebut sudah jelas diantaranya.
a.    Latar belakang masalah yang dimulai dengan penjelasan mengenai (1) pentingnya mempelajari matematika, (2) keterampilan proses yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematika yaitu kemampuan koneksi dan representasi matematik siswa, (3) kemampuan koneksi dan representasi matematik di tingkat pendidikan dasar belum tertangani dengan baik, (4) strategi yang cocok untuk siswa agar memperoleh kemampuan koneksi dan representasi matematik melalui REACT.
b.    Rumusan masalah didalam penelitian ini meliputi terbagi menjadi 5 rumusan dan peneliti telah memaparkannya dengan jelas. Namun yang menjadi catatan adalah, penulis belum mencantumkan tujuan dan manfaat penelitian di dalam jurnal tersebut. Sebelum nya, peneliti belum memaparkan pula di bagian abstrak begitu pada pendahuluan tersebut
 
4.    Hipotesis Penelitian
Pada penelitian di dalam jurnal tersebut, peneliti memaparkan hipotesis penelitian. Ada 4 hipotesis yang penulis sampaikan di dalam hipotesis penelitian tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan rumusan masalah yang disampaikan oleh peneliti pada bagian pendahuluan sebelumnya.
 
5.    Kajian Teori
Peneliti telah menjelaskan beberapa teori yang mendukung dan mendasari pelaksanaan penelitian tersebut. Peneliti memberikan penjelasan mengenai strategi react mulai dari definisi, bagian-bagiannya, dan penelitian pendukung sebelumnya. Selain itu, peneliti menjelaskan pula kemampuan koneksi dan representasi dengan jelas. Namun, Peneliti menempatkan penulisan mengenai kajian teori tersebut justru dipaparkan pada bagian pendahuluan. Sehingga kesan yang timbul adalah informasi tersebut menjadi latar belakang sehingga peneliti memilih pembelajaran dengan menggunakan strategi react untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi yang kemudian penulisan jurnal tersebut langsung mengalir menuju hipotesis penelitian penelitian.
 
6.    Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam artikel ini merupakan penelitian dengan metode kuasi eksperimen dengan menggunakan desain rancangan Nonequivalent Control Group Design dimana Pada desain ini, peneliti mengelompokkan tidak secara acak, tetapi peneliti memilih dua kelompok secara acak. Satu kelompok dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan satu kelompok dijadikan kelompok kontrol. Kedua kelompok diberikan tes awal dan tes akhir. Pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan yang berbeda dengan kelompok kontrol. Penggunaan strategi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah pembelajaran dengan strategi REACT dan variabel terikatnya adalah kemampuan koneksi dan representasi matematik siswa SD. Bagan dari desain penelitian tersebut adalah sebagai berikut.
Mengenai gambaran secara lengkap tentang jurnal tersebut, baik jurnal tentang Pre Eksperimen, True Ekperimen dan Quasy Eksperimen serta Makalah analisis jurnal tersebut, silahkan download link dibawah ini

Tuesday, March 5, 2013

NON TES




NON TES

A.    Pendahuluan

Kegiatan mengukur atau melakukan pengukuran adalah merupakan kegiatan yang paling umum dilakukan dan merupakan tindakan yang mengawali kegiatan evaluasi dalam penilaian apapun, termasuk di dalamnya adalah evaluasi hasil belajar. Tekhnik evaluasi disebut juga instrumen atau alat pengumpul data hasil belajar, tidak hanya tertuang dalam bentuk tes dengan berbagai bentuk atau variasinya, akan tetapi masih ada teknik lainya yang bisa digunakan, yaitu teknik non tes (Sujana, 2006: 173). Dalam dunia pendidikan, instrumen untuk mengevaluasi siswa, proses pembelajaran maupun program lain terkait dengan pendidikan bukan hanya menggunakan teknik tes saja melainkan juga dengan teknik non-tes.

Para ahli berpendapat bahwa dalam melakukan evaluasi pembelajaran, kita dapat menggunakan teknik tes dan nontes, sebab hasil belajar atau pembelajaran bersifat aneka ragam. Hasil belajar dapat berupa pengetahuan  teoritis, keterampilan dan sikap. Pengetahuan teoritis dapat diukur dengan menggunakan teknik tes. Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes perbuatan. Adapun perubahan sikap dan petumbuhan anak dalam psikologi hanya dapat diukur dengan teknik nontes, misalnya observasi, wawancara, skala sikap, dan lain-lain. Dengan kata lain, banyak proses dan hasil belajar yang hanya dapat diukur dengan teknik non tes (Arifin, 2012: 181)

Di dalam makalah ini akan dibahas sedikit mengenai non tes setelah pada pertemuan sebelum nya membahas mengenai tes yang merupakan bagian dari teknik evaluasi.

B.     Pengertian Non Tes
Dilihat dari kata yang menyusunya, maka non tes dapat kita artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik ini dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Non tes biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrument ini berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan panca indra (Widiyoko : 2009).

Teknik non tes merupakan salah satu teknik evaluasi program dalam bidang pendidikan yang tujuannya untuk menilai atau mengevaluasi program yang akan, sedang atau telah dilaksanakan yang dilakukan dengan cara pengamatan yang sistematis (observasi), melakukan wawancara (interview), menyebar angket (quistionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (documentary analysis), dan juga dapat dilakukan dengan teknik skala nilai, teknik evaluasi partisipatif, studi kasus, sosiometri dan lain sebagainya.

Teknik non-tes memegang peranan penting dalam mengevaluasi dari segi ranah sikap hidup (affective domain), dan ranah keterampilan (psychomotoric domain) (Sudijono, 2011: 76). Berikut ini penjelasan-penjelasan mengenai jenis-jenis non tes.

1.      Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya. Secara umum observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi dapat dilakukan pada berbagi tempat misalnya kelas pada waktu pelajaran, di halaman sekolah pada waktu bermain, dilapangan pada waktu murid olah raga, upacara dan lain-lain (Sudijono, 2011: 76).
a.   Jenis-Jenis Observasi
Menurut cara dan tujuannya observasi dapat dibedakan menjadi 3 macam:
1)      Observasi partisipatif dan non partisipatif
Observasi partisipatif adalah observasi dimana orang yang mengobservasi (observer) ikut ambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamatinya. Sedangkan observasi nonpartisipatif, observasi tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objeknya. Atau evaluator berada “diluar garis” seolah-olah sebagai penonton belaka (Djaali & Muljono, 2008: 17). Contoh observasi partisipatif : Misalnya guru mengamati setiap anak. Kalau observasi non partisipatif, guru hanya sebagai pengamat, dan tidak ikut bermain di dalam kegiatan siswa
2)      Observasi sistematis dan observasi non sitematis
Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan, observer sudah mengatur sruktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati sedangkan observasi non sistematis yaitu apabila dalam pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan diamati (Sugiyono, 2011: 78).
Contoh observasi sistematis misalnya guru yang sedang mengamati anak-anak berdiskusi memecahkan matematika. Disini sebelum guru melaksanakan observasi sudah membuat kategori-kategori yang akan diamati, misalnya tentang: kesiapan, kedisiplinan, ketangkasan, kerjasama dan keaktifan. Kemudian kategori-kategori itu dicocokkan dengan tingkah laku murid dalam berdiskusi. Kalau observasi non sistematis maka guru tidak membuat kategori-kategori di atas, tetapi langsung mengamati anak yang sedang berdiskusi.
3)      Observasi Eksperimental
Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara non partisipatif tetapi sistematis. Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejala-gejala sebagai akibat dari situasi yang sengaja diadakan.

b.   Kerangka kerja observasi dibedakan menjadi dua jenis.
1) Observasi berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer telah ditetapkan  terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi dengan jelas dan tegas.
2) Observasi tak berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai obeserver tidak dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang pasti. Kegiatan obeservasi hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri (Arifin, 2012: 183).
c.    Teknis pelaksanaan observasi dibedakan melalui tiga cara.
1) Observasi langsung, yaitu observasi yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang diselidiki.
2) Observasi tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui perantara, baik teknik maupun alat tertentu.
3) Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti (Arifin, 2012: 184)

d.   Karakteristik-karakteristik observasi, antara lain:
1)      Mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
2)      Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif, dan rasional.
3)      Terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi.
4)      Praktis penggunaannya.
(Arifin, 2012: 183)

e.    Langkah-langkah penyusunan pedoman observasi
1)      Merumuskan tujuan observasi
2)      Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi
3)      Menyusun pedoman observasi
4)      Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan proses belajar peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam pembelajaran
5)    Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-kelemahan pedoman observasi
6)      Merifisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba
7)      Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
8)      Mengolah dan menafsirkan hasil observasi

f.    Kelebihan-kelebihan observasi.
1)      Observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena.
2)      Observasi cocok untuk mengamati perilaku peserta didik maupun guru yang sedang melakukan suatu kegiatan.
3)      Banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi lebih tepat dengan observasi.
4)      Tidak terikat dengan laporan pribadi.

g.   Kekurangan observasi
1)      Seringkali pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan yang kurang menyenangkan dari observer ataupun observasi itu sendiri.
2)      Biasanya masalah pribadi sulit diamati.
3)      Jika yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jenuh.
(Arifin, 2012: 185)
Selanjutnya dapat dilihat pada makalah Teknik Non Tes

Monday, March 4, 2013

PENELITIAN EKSPERIMEN


A.    Pendahuluan

Pada bab sebelum nya telah dibahas mengenai jenis-jenis penelitian berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Seorang peneliti akan memilih salah satu pendekatan dalam penelitian yang dianggap paling cocok, yaitu yang sesuai dengan masalah yang akan dipecahkan (pertimbangan efektivitas). Pertimbangan lainnya adalah masalah efisiensi, yaitu dengan mempertimbangkan keterbatasan dana, tenaga, waktu dan kemampuan.

Dalam hal ini pendekatan (metode) penelitian yang paling baik apabila pendekatan tersebut paling efisien, valid dan reliabel. Contohnya suatu perusahaan mi instant meluncurkan produk barunya, apakah akan menggunakan pendekatan survei atau eksperimen. Bila dikehendaki data yang paling teliti maka akan menggunakan pendekatan eksperimen. Pada bagian makalah ini selanjutnya akan dibahas mengenai penelitian eksperimen. 

B.    Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen merupakan suatu penelitian yang menjawab pertanyaan “jika kita melakukan  sesuatu pada kondisi yang dikontrol secara ketat maka apakah yang akan terjadi?”. Untuk mengetahui apakah ada perubahan atau tidak pada suatu keadaan yang di kontrol secara ketat maka kita memerlukan perlakuan (treatment) pada kondisi tersebut dan hal inilah yang dilakukan pada penelitian eksperimen.  Sehingga penelitian eksperimen dapat dikatakan suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variable tertentu terhadap variable yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat (Sugiono, 2008: 7).

Selain itu, Sugiyono mendefinisikan bahwa penelitian eksperimen pada prinsipnya sebagai metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat (causal-effect relationship). Contoh hubungan sebab akibat di bidang pendidikan, seorang mahasiswa yang mempunyai nilai matematika tinggi cenderung berhasil dalam menyelesaikan mata kuliah merencana mesin (Sukardi, 2011: 179).

Senada dengan pengertian di atas, Fraenkel, dkk (2012: 265) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah unik di dalam dua hal yang sangat penting. Penelitian ini merupakan satu-satunya jenis penelitian yang secara langsung mencoba untuk mempengaruhi suatu variabel tertentu. Penelitian ini juga merupakan jenis penelitian yang terbaik dalam pengujian hipotesis hubungan sebab akibat atau kausalitas.

Menurut Solso & MacLin (2002), penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang di dalamnya ditemukan minimal satu variabel yang dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu, penelitian eksperimen erat kaitannya dalam menguji suatu hipotesis dalam rangka mencari pengaruh, hubungan, maupun perbedaan perubahan terhadap kelompok yang dikenakan perlakuan.

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut, dapat dipahami bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suatu treatment atau perlakuan terhadap subjek penelitian. Jadi penelitian eksperimen dalam pendidikan adalah kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan/tindakan/treatment pendidikan terhadap tingkah laku siswa atau menguji hipotesis tentang ada-tidaknya pengaruh tindakan itu jika dibandingkan dengan tindakan lain.

Penelitian eksperimen dalam bidang pendidikan dibedakan menjadi dua kategori yaitu eksperimen lab (lab experiments), dan eksperimen lapangan (fields experiments). Eksperimen lab (lab experiments) merupakan desain eksperimen yang diatur dalam suatu lingkungan tiruan/buatan dimana kontrol dan manipulasi diberikan untuk membuktikan hubungan sebab akibat di antara variabel yang diminati peneliti. Sementara eksperimen lapangan (fields experiments) merupakan eksperimen yang dilakukan untuk mendeteksi hubungan sebab akibat dalam lingkungan alami dimana peristiwa terjadi secara normal (Sekaran, 2009: 189)

Sehubungan dengan subjek dalam pendidikan adalah siswa, penelitian yang paling banyak dilakukan adalah di luar laboratorium. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa keunggulan yang dimiliki oleh penelitian di luar laboratorium, diantaranya:
a.    variabel eksperimen dapat lebih kuat;
b.    lebih mudah dalam memberikan perlakuan;
c.    dapat melakukan setting yang mendekati keadaan sebenarnya; dan
d.    hasil eksperimen lebih aktual.

Walaupun demikian, eksperimen di laboratorium juga memililki keunggulan yang utama adalah bahwa penelitian eksperimen di laboratorium lebih cocok untuk problem yang berkaitan dengan misi pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu pendidikan.

1.    Karakteristik Penelitian Eksperimen
Menurut Ary dalam Sukardi (2011: 181) ada tiga karakteristik penting dalam penelitian eksperimen, antara lain:
a.    Variabel bebas yang dimanipulasi.
Memanipulasi variabel adalah tindakan yang dilakukan oleh peneliti atas dasar pertimbangan ilmiah. Perlakuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka untuk memperoleh perbedaan efek dalam variabel yang terkait.
b.    Variabel lain yang berpengaruh dikontrol agar tetap konstan.
Menurut Gay (1982), control is an effort on the part of researcher to remove the influence of any variable other than the independent variable that ought affect performance on a dependent variable.
Dengan kata lain, mengontrol merupakan usaha peneliti untuk memindahkan pengaruh variabel lain yang mungkin dapat mempengaruhi variabel terkait. Dalam pelaksanaan eksperimen, group eksperimen dan group kontrol sebaiknya diatur secara intensif agar karakteristik keduanya mendekati sama.
c.    Observasi langsung oleh peneliti.
Tujuan dari kegiatan observasi dalam penelitian eksperimen adalah untuk melihat dan mencatat segala fenomena yang muncul yang menyebabkan adanya perbedaan diantara dua grup

2.    Syarat-syarat Penelitian Eksperimen
Sebuah penelitian dapat berjalan baik dan memberikan hasil yang akurat jika dilaksanakan dengan mengikuti kaidah tertentu. Seperti halnya dengan penelitian eksperimen, akan memberikan hasil yang valid jika dilaksanakan dengan mengikuti syarat-syarat yang ada. Wilhelm Wundt dalam Alsa (2004) mengemukakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian eksperimental sebagai berikut.
a. Peneliti harus dapat menentukan secara sengaja kapan dan di mana ia akan melakukan penelitian;
b. Penelitian terhadap hal yang sama harus dapat diulang dalam kondisi yang sama;
c. Peneliti harus dapat memanipulasi (mengubah, mengontrol) variabel yang diteliti sesuai dengan yang dikehendakinya;
d. Diperlukan kelompok pembanding (control group) selain kelompok yang diberi perlakukan (experimental group) dan ini berlaku untuk jenis-jenis penelitian eksperimen tertentu.

3.    Proses Penelitian Eksperimen
Langkah-langkah dalam penelitian eksperimen pada dasarnya hampir sama dengan penelitian lainnya. Menurut Gay dalam Sukardi (2003: 183) langkah-langkah dalam penelitian eksperimen yang perlu ditekankan adalah sebagai berikut.
a.    Adanya permasalahan yang signifikan untuk diteliti.
b.    Pemilihan subjek yang cukup untuk dibagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
c.    Pembuatan atau pengembangan instrumen.
d.    Pemilihan desain penelitian.
e.    Eksekusi prosedur.
f.    Melakukan analisis data.
g.    Memformulasikan simpulan.

4.    Bentuk-bentuk Desain Penelitian Eksperimen
Menurut Sugiyono (2008: 81) terdapat beberapa bentuk desain eksperimen, yaitu: (1) pre-experimental (nondesign), yang meliputi one-shot case studi, one group pretestposttest, intec-group comparison; (2) true-experimental, meliputi posttest only control design, pretest-control group design; (3) factorial experimental; dan (4) quasi experimental, meliputi time series design dan nonequivalent control group design.
Penjelasan mengenai bentuk-bentuk desain tersebut adalah sebagai berikut.

(a) Pre-Experimental Design (Non designs)
Disebut pre-experiments karena desain ini belum merupakan desain sungguh-sungguh. Masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen itu akan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dikarenakan tidak adanya variabel kontrol dan sampel tidak dipilih secara random. Dalam pre-experimental design terdapat 3 alternatif desain sebagai berikut (Sugiyono. 2008:82)
(1) One-shot case studyJenis one-shot case study dimaksudkan untuk menunjukkan kekuatan pengukuran dan nilai ilmiah suatu desain penelitian. 
Adapun bagan dari one-shot case study adalah sebagai berikut.
X
0
Perlakuan terhadap variabel independen
(Treatment of independent variable)
Pengamatan atau pengukuran terhadap
variabel dependen (Observation or
measurement of dependent variable)



Dengan X: kelompok yang akan diberi stimulus dalam eksperimen dan O: kejadian pengukuran atau pengamatan.
Bagan tersebut dapat dibaca sebagai berikut: terdapat suatu kelompok yang diberi perlakuan, dan selanjutnya diobservasi hasilnya.
Contoh: Pengaruh penggunaan LKS dalam pembelajaran matematika terhadap hasil belajar siswa.
(2) The one group pretest-posttest design
Perbedaan dengan desain pertama adalah, untuk the one group pretest-posttest design, terdapat pretest sebelum diberi perlakuan, hasil perlakuan dapat diketahui dengan lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.
Bentuk bagan desain tersebut adalah sebagai berikut.
O1
X
O2
Pretest
(Merupakan bahan yang akan dipelajari )
Treatment
Posttest
(Merupakan bahan yang sudah dipelajari)

Selanjutnya dapat didownload pada link berikut.
download Makalah

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Iptek-4u - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons