,.

Saturday, October 27, 2012

Poems by Emma Beverage

My mind is turning into scrambled eggs!
What is x and y to the power of three?
Whole numbers, mixed numbers and absolute,
exponents, integers and factoring trees.

Terms, expressions and what is the root?
It all sounds like Greek to me.

I must write a poem for another class.
I’m running out of time much too fast.
So I’ll talk about digits and my reaction,
while I attempt to work these equations.

Mixed operations in an expression
must be done in the following manner.
Please Excuse My Dear Aunt Sally,
to help me remember the proper order.

Parentheses, exponents, multiplication,
addition or subtraction,
that is the order of proper action
for solving math, numbers and fractions.

With fractions when I multiply
it is best to quickly simplify,
the denominators remain the same
these do not need to change.

If fractions I add or subtract
I must remember it works like this,
each denominator must be the same
then add the top like a list.

Multiply two positives they remain just that.
Two negatives will spoil the batch.
Mixed signs will keep the minus too,
keep this in mind or stay confused.

I wish that I could remember more
But that is as far as I have gotten.
Off to bed I must go,
or tomorrow I will feel rotten.

Emma Beverage

this poem from http://www.poemhunter.com/poem/math-poem/

Wednesday, October 24, 2012

Problem Solved!--Another Mathematical Success Story!

Jokes for Mathematics Teachers

A Priest, Rabbi and a Mathematician were waiting patiently on stage to be decapitated.

The priest put his head in the slot and the executioner pulled the lever; the guillotine blade came speeding down the track and stopped just a few inches above the priest neck. The priest proclaimed that God had intervened and saved him from execution; the executioner had to agree and let him go.

The mathematician had a disbelieving, puzzled, look on his face.

Next the Rabbi put his head in the slot, the executioner pulled the lever and the blade came speeding down the track and stopped a few inches above the Rabbi's neck. The executioner agreed that God had intervened again and saved the Rabbi also.

The Mathematician, more troubled than ever, put his head in the slot and turned to look upward and he noticed something that made him smile.

Before the executioner could pull the lever, the mathematician said "Hold on there a minute, I see what the problem is! The track has a small pebble blocking the path of the blade". He removed the pebble and announced, "There, it should work just fine now!"

Tuesday, October 23, 2012

Paspor

Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport.rus memiliki “surat ijin memasuki dunia global”. Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punya pasport.

Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau
 Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.

“Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?”

Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.

Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.

Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke Pulau Jawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.

Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.

The Next Convergence
Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.

Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memiliki pasport.Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia. Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan. Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan. Di universitas Indonesia, setiap mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.

Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut. Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punya pasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.

Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu tidak. Di UI, sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing.

Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.

Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat. Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punya pasport dari uang negara.

Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia

Impome 2012

Impome in 2012 had begun with selection process from the committee since in October 2011. After selection on the bundle of requirements for students from many universities, the students who pass this part would be followed the next selection. The next selection in this program is an interview with the committee. Finally, the committee got 30 names of the candidates who have gotten this scholarship. 30 students would be divided into 2 universities, at Unsri and Unesa. In July 2012, The committee at Unsri and Unesa invited all students who had accepted in this program to meet with a lecture from Utrecht University in the Netherlands. He is Marteen Dolk, a head of mathematics education study program in that university. The students got a workshop with Marteen Dolk during three days. This workshop became one of the requirements to study in Holland.

Before the beginning of course at Unsri or Unesa, each student got intensive English training during 1,5 month in 2012, which has the aim mainly at preparing the student to pass the Ielts test which score overall is more than or equal 6,5 and especially writing score has to get more than or equal 6,0. The students who can pass the Ielts test will get an opportunity to study at Freudenthal Institute of Utrecht University in the Netherlands, but for students who cannot pass this test, they will learn at Unsri or Unesa until graduate their study.


The Courses of Impome at Unsri

The courses at Impome of Sriwijaya University are divided into five courses in the first semester. There are problem solving (3 SKS), Abstract Algebra (3 SKS), Information and Communication Technology (ICT) in math education (3 SKS), introduction to Realistic Mathematics Education (RME) (3 SKS), classroom observation (3 SKS).

The lecturers who teach Impome’s student are lecturer with enormous experience with RME approach. They are Prof. Zulkardi, a lecturer who teaches in ICT in mathematics and Introduction to RME, Dr. Ratu Ilma gets the course about classroom observation, Dr. Yusuf Hartono teaches a lesson on problem solving, Dr Darmawijaya teaches on abstract algebra. Mr Zulkardi also said in first of meeting in the classroom that Impome’s program aims to build the Candidates of New Academic Staff with four abilities in which become a lecture/teacher, a designer, a researcher and a leader. Furthermore, In this case, Impome’s program not only teaches the student to be a lecturer but also can be the other role in our life, Of course being human that can provide benefit for the environment.

Taking picture with Marteen Dolk and the male students
Taking picture with Marteen Dolk and the female students

Monday, October 22, 2012

Pertemuan Perdana Mata Kuliah Problem Solving

Pertemuan perdana mahasiswa program study Impome 2012 FKIP Unsri pada mata kuliah Problem Solving dengan pengampu Dr. Yusuf Hartono atau biasa dipanggil dengan Bapak Ucup, beliau menyampaikan beberapa hal pembuka terkait mata kuliah tersebut dengan pendekatan PMRI. Mulai dari penyampaian mengenai pembelajaran matematika pada umumnya saat ini di sekolah, tentang matematika dan materi problem solving yang akan diajarkan beliau kepada mahasiswa nantinya.
Di dalam pendidikan ada beberapa hal yang perlu dimodifikasi sehingga memberikan suatu hasil yang maksimal di dalam proses mengajar dan pembelajaran matematika. 
 

Di dunia saat ini, pengetahuan dibedakan menjadi dua hal yaitu Imu dan bukan Ilmu. Pada pertemuan tersebut, beliau menyampaikan bahwa matematika berada di bagian bukan ilmu. Matematika dikenal sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak dengan proses berpikir yang  dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran yang sebelumnya sudah diterima. Sehingga dengan proses seperti itu, dapat dirasakan bahwa keterkaitan antar konsep dalam matematika sangat kuat yang mana dimulai dari sebuah aksioma atau suatu kepercayaan yang mendasari dalam proses berpikir yang kemudian melahirkan beberapa kepercayaan-kepercayaan yang mendukung.
Menurut peta materi yang tersedia saat ini, materi pembelajaran matematika yang diberikan sering dipandang sebagai suatu mata pelajaran yang memiliki alur penyampaian materi yang bersifat hierarkis dimana untuk mencapai kompetensi materi yang baru, diperlukan kompetensi penguasaan materi sebelumnya terlebih dahulu. Sehingga alur tersebut memberi kesan bahwa pembelajaran matematika umumnya berlangsung dari hal yang sederhana menuju hal-hal yang kompleksitasnya tinggi.
Sebagai contoh, dalam proses pembelajaran pada materi operasi hitung bilangan dengan indikator  operasi hitung campuran pada anak SD dari hal yang sederhana.
10000 – 2 x 1500 – 3  x 1000 = ……

Pada model contoh soal tersebut, banyak siswa yang bisa menyelesaikan pemecahan soal tersebut walau kadang tidak sedikit pula siswa yang masih belum bisa menyelesaikan soal tersebut. Suatu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana bila model contoh soal tersebut dikembangkan  kedalam suatu bentuk soal cerita yang tentunya dengan kompleksitas lebih tinggi?
Misalnya, Ani mempunyai uang Rp. 10.000, -. Dia ingin membeli buku dua buah seharga 1500/ buah dan tiga buah pensil dengan harga 1000/buah. Berapakah uang kembalian yang diperoleh Ani?

Soal cerita tersebut seringkali dihindari oleh siswa karena kemampuan siswa memecahkan masalah tersebut masih belum dimiliki. Siswa kesulitan dalam merubah soal cerita menjadi model matematika.

 
Hal ini lebih semakin menjadikan sulit dalam membelajarkan matematika kepada siswa ketika guru hanya mementingkan hasil perhitungan akhir tanpa mengedepankan proses berpikir siswa. Fakta di dalam proses pembelajaran bahwa banyak  guru yang lebih mementingkan menyelesaikan materi  yang ada dikurikulum daripada penguasaan materi oleh siswa. Sehingga dalam hal ini, seharus nya siswa perlu diberi kebebasan dalam berkreatifitas dan berfikir kritis. Padahal, pendidikan yang menekankan pada demokrasi, pentingnya kreatifitas yang bermanfaat, aktivitas yang bermakna, kebutuhan riil siswa, pengaplikasikaan nya  dalam kehdupan sehari-hari di daerah sehingga suasana proses belajar mengajar akan berlangsung  menyenangkan.
Demikianlah pengantar mata kuliah problem solving yang penulis tambah sedikit mengenai keterangan-keterangan di dalam pertemuan tersebut.

IMPOME

The Information About Impome

I know that some of you will ask about Impome, “what is Impome?”. I got information about Impome from students who have gotten education about Impome and from weblog which I read. In my blog here and In the following text below, I will make several explanations about Impome.

Impome stands for International Master Program on Mathematics Education. Impome’s program is cooperation among Freudenthal Institute of Utrecht University in the Netherlands, Surabaya State University (Unesa) in Surabaya and Sriwijaya University (Unsri) in Palembang. This program gives an opportunity as a education scholarship for the lecturers or the Candidates of New Academic Staff or many people always call this requirement when they apply this scholarship with Calon Tenaga Akademik Baru (CTAB), and the teachers of mathematics with a bachelor degree in mathematics education or in mathematics to join.

Talking about allowance is very important for us to know, who is the sponsor of this program?

This program is funded between DIKTI from Indonesia and Neso from the Netherland. For students who studying in Indonesia will be provided by DIKTI Depdiknas (BPPS), while the period in the Netherlands will be funded by StuNed (Studeren in Nederland).

According to information and experience from the students who have graduated from this program, the program will be held for a period of 2 years which is divided into 3 stages, namely;

1. 6 months in Indonesia (Unesa or Unsri),

2. 1 year in the Netherlands (University of Utrecht),

3. 6 months for research and thesis writing in Indonesia.

Hopefully, my little explanation will give you more information about Impome. You can join with Impome in 2013 when the committee of Impome open this sholarship, I have an advice for you, please prepare your English ability because this courses in Impome uses English when the lecturers teach and give courses in teaching and learning process.

Success for you, guest.

Saturday, October 20, 2012

Master Scholarships, Chulabhorn Graduate Institute & ASEAN Foundation, Thailand

The ASEAN Foundation and the Chulabhorn Graduate Institute opens the next batch of Chulabhorn Graduate Institute - ASEAN Foundation Joint Post-graduate Scholarship Programme in Science and Technology for academic year 2013.


The ASEAN Foundation and the Chulabhorn Graduate Institute (CGI) signed a Memorandum of Agreement to develop high quality human resources within ASEAN Member States through the offering of the Chulabhorn Graduate Institute – ASEAN Foundation Post-graduate Scholarship Programme in Science and Technology.


A number of scholarships will be awarded to ASEAN nationals (except Thai nationals) to undertake master’s degree studies in various fields in science and technology. The scholarship will cover tuition and other academic fees, round trip airfare, accommodation allowance, monthly stipend, book allowance, health insurance, and others. This partnership with CGI is part of the ASEAN Foundation Scholarship Programme (Phase 2) which is funded through the Japan – ASEAN Solidarity Fund.


The CGI is a multidisciplinary post-graduate academic institute established in 2005, under the initiative of Professor Dr. Her Royal Highness Princess Chulabhorn Mahidol. The aim of CGI is to employ the most recent interactive teaching techniques used in leading educational and research institutions to train students in the programme to be effective thinkers and leaders in their fields of expertise, to better serve their countries’ needs towards sustainable development. The CGI is presently offering programmes leading to a Post-graduate diploma, Master’s degree, and a Doctoral degree in Applied Biological Sciences: Environmental Health, Environmental Toxicology, and Chemical Biology.


Chulabhorn Graduate Institute – ASEAN Foundation Joint Post-graduate Scholarship Program in Science and Technology
(for Academic Year 2013)

The Chulabhorn Graduate Institute (CGI) and the ASEAN Foundation (AF) have entered into an agreement to develop highly qualified human resources in the area of science and technology within ASEAN member countries through the Chulabhorn Graduate Institute – ASEAN Foundation Post-Graduate Scholarship Program in Science and Technology.

The CGI is a multidisciplinary post-graduate academic institute established in 2005, under the initiative of Professor Dr. Her Royal Highness Princess Chulabhorn Mahidol. The aim of CGI is to employ the most recent interactive teaching techniques used in leading educational and research institutions to train students in the program to be effective thinkers and leaders in their fields of expertise, to better serve their countries’ needs towards sustainable development.

The CGI is presently offering programs leading to a Post-Graduate diploma, a Master’s degree and a Doctoral degree in Applied Biological Sciences: Environmental Health, Environmental Toxicology, and Chemical Biology.

The ASEAN Foundation, an initiative of the Leaders of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), was established on 15 December 1997 to help bring about shared prosperity and a sustainable future for the peoples of all ASEAN countries. It has been mandated to promote greater awareness of ASEAN and greater interaction among its peoples and their increased participation in ASEAN activities as well as to undertake development cooperation activities that enhance mutual assistance, address equitable economic development and reduce poverty. This year, 7 (seven) scholarships are available for ASEAN nationals (except Thai citizen) who are interested to pursue a Master Degree at the CGI. Selection of successful applicants will be based on merit.

Eligibility
  • Scholarships are open to bonafide ASEAN nationals (except Thai citizen)
  • Hold a Bachelor’s Degree with a cumulative GPA of at least 3.00
  • Have at least 2 years work experiences in related field. Applicants with laboratory research experiences will receive favorable consideration
  • Applicants must have demonstrated English proficiency, preferably on one of two recognized test of language proficiency (TOEFL, IELTS)
  • Applicants must provide a statement of purpose explaining their interests in the study
Field of Study
  • Applied Biological Sciences: Environmental Health
  • Environmental Toxicology
  • Chemical Biology
Scholarship Coverage
The scholarship will cover tuition and other academic fees, round trip airfare, accommodation allowance, monthly stipend, book allowance, health insurance and others
 
For more information, please Clik here or visit official website: www.aunsec.org


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Iptek-4u - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons